Rabu, 26 September 2012

Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran

Al Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.
qs-2-97.gif
Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Qur;an di ajarkan kepada para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.
Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah Hafsah.
Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit.
Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.
Kaum muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca tapi juga dihafal dan difahami.
Mungkin ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi „makanan“ untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran.
Rasa inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. „ Rasa „ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulang-ulangnya.
Kaum muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firman-firmanNya.
Bila kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
qs-91-8-10.gif“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“

Ilham ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.
Atau ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 29:
qs-8-29.gif
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)
Jadi intinya Al Qu’an adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.
Bayangkan apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung.
Memang solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri.
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.
Demikianlah renungan kita tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.
Wallahu alam bi shawab

13 Alasan Agar Sholat Lebih Khusuk

Dari banyak ibadah kita kepada Allah SWT, ada satu ibadah yang merupakan kunci dari seluruh ibadah dan amal yang lain dimana kalau kita berhasil melakukannya maka akan terbuka ibadah atau amal yang lain. Kunci dari segala ibadah adalah sholat.
hds-sholat2.gif
“Amal yang pertama kali ditanyai Allah pada seorang hamba di hari kiamat nanti adalah sholat. Bila sholatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh amalnya, dan bila sholatnya ditolak, akan tertolah seluruh amalnya.”

Pada kenyataannya, bagaimana amalan sholat kita pada umumnya? Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
hds-tdk-sholat.gif
“Akan datang satu masa atas manusia, mereka melakukan sholat namun pada hakikatnya mereka tidak sholat.”

Banyak dari kita menganggap bahwa sholat adalah suatu perintah bukan suatu kebutuhan. Jadi sholat sering dianggap suatu beban dan hanya bersifat menggugurkan kewajiban. Betapa sering kita rasanya malas untuk sholat, sholat sambil memikirkan pekerjaan, sholat secepat kilat tanpa tumakninah, mengakhirkan waktu sholat atau bahkan lupa berapa rakaat yang telah dilakukan.

Padahal kunci amal ibadah kita adalah sholat. Jadi, kita bisa memasang strategi dalam hidup dengan memperbaiki sholat kita terlebih dahulu sehingga amalan yang lain akan mengikuti. Dan hal ini butuh suatu kesungguhan untuk mencapainya. Tahap awal untuk mencapai kekhusukan sholat adalah mengetahui kegunaan bagi diri kita apabila kita dapat melakukan sholat dengan khusuk. Berikut adalah 13 alasan mengapa kita perlu khusuk dalam sholat:

1. Mendapatkan keberuntungan yang besar, yaitu masuk dalam surga firdaus. Hal ini tersebut dalam QS. Al Mukminun 2 dan 11:
qs-mukminun-11.gifqs-mukminun-2.gif

2. Solusi terhadap permasalahan kita.
qs-2-45.gif
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al Baqarah 45)

Bila ada problema hidup maka sholatlah, bila ada keiinginan sholatlah, bila akan marah sholatlah. Maka ketika akan bertemu dua kekuatan utama pada perang Badar, Rosululloh SAW sholat dan bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan kemenangan dalam perang.

3. Mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut 45)
qs-al-ankabut-45.gif
Karena sholat khusuk hanya bisa dilaksanakan dengan menghadirkan perasaan dekatnya Allah SWT, maka bila akan berbuat maksiyat akan ingat akan Allah SWT.

4. Melembutkan hati. Terkadang hati kita menjadi keras karena kesibukan dalam bekerja atau menghadapi masalah kehidupan. Dengan sholat yang khusuk, hati menjadi lebih lunak karena kita seringnya kita berserah diri dan merendah dihadapan Allah SWT.

5. Memupuk kesabaran. Dengan sholat yang dilaksanakan dengan tumakninah, maka diperlukan waktu beberapa saat untuk sholat; tidak dengan tergesa-gesa. Hal ini akan memupuk rasa kesabaran kita.

6. Menghapuskan dosa. Didalam suatu hadits disebutkan bahwa dosa-dosa kecil kita akan dihapus diantara sholat 5 waktu. Tentu saja hal ini bila kita menghayati bacaan didalam duduk diantara dua sujud rabbighfirli dan wa’fu’anni.

7. Menyembuhkan penyakit. Prof. M. Sholeh dari Universitas Airlangga Surabaya telah meneliti bahwa sholat malam bisa meningkatkan imunitas tubuh kita. halat bisa mencegah naik turunnya hormon kortisol yang berperan sebagai indikator stres. Sedangkan stres merupakan salah satu faktor utama pemicu penyakit, termasuk kanker. Yang sederhana saja, bila kita sedang pening atau sakit gigi maka sholatlah dengan khusuk maka rasa sakit tersebut akan hilang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ada pendapat bahwa sholat juga merupakan sarana terbaik untuk bermeditasi.

8. Menunggu-nunggu waktu sholat. Karena sholat adalah kesempatan untuk bermunajat, berdialog dan mencurahkan hati ke Yang Maha Kuasa, maka waktu sholat akan selalu ditunggu. Pekerjaan rumah, rapat atau aktifitas lain akan diberhentikan 10-15 menit sebelum waktu sholat sehingga memberi kesempatan untuk sholat berjamaah di masjid. Perasaan untuk menunggu waktu sholat adalah seperti seorang perjaka yang menunggu waktu untuk bertemu yang dicinta.

9. Mempersiapkan sholat dengan sebaiknya. Karena kita merasa akan bertemu dengan Yang Maha Agung, maka pakaian akan diperhatikan seperti baju koko, kopyah dan sarung digunakan yang bersih. Tidak lupa minyak wangi juga dipakai agar harum ketika bertemu dengan Yang Maha Pencipta.

10. Menangis dalam sholat. Kesejukan dalam sholat akan membawa hati untuk bersyukur dan mohon ampun kepada Allah SWT. Tidak terasa air mata akan mengalir bahkan ketika sholat Dhuhur di masjid kantor.

11. Merasa sedih ketika sholat akan selesai. Tertanam rasa ingin berlama-lama dengan Yang Maha Pengasih. Ketika tasyahud akhir rasanya tidak ingin menyelesaikan sholat.

12. Merasakan nikmatnya sholat di masjid. Akan terasa suasana sholat di masjid lebih indah dibandingkan sholat di rumah. Sehingga, keinginan untuk sholat berjamaah di masjid akan selalu ada. Maka tidak heran ketika sahabat Umar ra menjual kebunnya dikarenakan terlupa sholat jamaah di masjid karena sibuk mengurus kebunnnya.

13. Tetap khusuk dalam berzikir. Terkadang dzikir yang kita lantunkan setelah sholat fardhu hanya mengalir sebatas di mulut saja tanpa penghayatan dalam hati kita. Setelah sholat dengan khusuk, maka kekhusukan tersebut akan berlanjut hingga kita berdzikir.

Allahumma a’inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika. Ya Allah, bantulah aku dalam mengingatMu dan dan bersyukur kepadaMu dan perbaiki ibadahku.

Wallahu a’lam bish showab.

Senin, 18 Juni 2012

Betapa Pentingnya Waktu


MANAGEMENT WAKTU
( Volume : 1 )
Ahmad Zain An Najah, MA*
I . Waktu Dalam Al Qur’an dan Sunnah
Dalam banyak ayat Allah bersumpah dengan waktu, seperti dalam firman-Nya :
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian ( Qs Al Ashr : 12 )
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, ( Qs Al Lail : 1-2 )
وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap ( Qs Ad Duha : 1-2 )
Ayat-ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya waktu dalam kehidupan manusia ini, karena Allah tidak bersumpah terhadap sesuatu di dalam Al Qur’an kecuali untuk menunjukkan kelebihan yang dimilikinya.
Bahkan dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa dengan menggunakan waktu tersebut seorang hamba bisa mengambil pelajaran dan bersyukur, sebagaiman yang tersebut dalam firman Allah swt :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. ( Al Furqan : 62 )
Tadzakkur berarti mengingat Allah, mengingat nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita, mengingat bahwa seorang muslim dalam hidupnya ini mempunyai tujuan yaitu beribadat kepada Allah swt dan memakmurkan dunia ini dengan nilai-nilai yang diletakkan oleh Allah swt, mengingat bahwa kematian adalah sesuatu yang benar-benar akan terjadi pada diri setiap manusia, sehingga dia harus mempersiapkan segalanya untuk menyambutnya. Dengan demikian tadzakkur berarti juga kesempatan untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan ini untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi manusia, negara, bangsa dan ummat, serta di akherat nanti menjadi pendamping para nabi , syhuhada siddiqun serta sholihun di syurga .
Syukur berarti mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, mensyukuri kesempatan yang diberikan Allah kepada kita, mensyukuri potensi yang diletakkan Allah dalam diri kita , untuk kemudian kita gali, kita kembangkan dan kita aktualisasikan untuk kepentingan masyarakat dan umat.
Bahkan Allah telah menyatakan bahwa Ulul Albab adalah orang –orang yang mampu memanfaatkan waktunya untuk ketaatan. Allah berfirman :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ
” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ” (Qs Ali Imran : 190)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Ulul Albab ( para cerdik cendikia ) bukanlah orang yang mampu menghafal kata-kata maupun sususan huruf yang tertulis di dalam buku atau mampu menjawab soal-soal ujian di suatu sekolah, akan tetapi Ulul Albab adalah orang yang mampu melihat kejadian yang ada disekitarnya dan memanfaatkan waktu yang ada, selanjutnya diramu menjadi bekal di dalam kehidupan ini, untuk kemudian diteruskan dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan manusia.
Karena pentingnya waktu yang ada, sehingga Allah akan meminta pertanggungjawaban dari setiap manusia untuk apa saja waktu yang diberikan Allah selama hidup ini. Dalam suatu hadist disebutkan :
لن تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع : عن عمره فيما أفناه ، وعن شبابه فيما أبلاه ، وعن علمه ماذا عمل به ، وعن ماله من أين أخذه وفيما أنفقه ”
“ Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan empat hal :
  1. Umurnya, untuk apa selama hidupnya dihabiskan
  2. Waktu mudanya, digunakan untuk apa saja
  3. Hartanya, darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya
  4. Ilmunya, apakah diamalkan atau tidak ” ( Hadist Hasan, HR. Tirmidzi )
Kalau kita perhatikan hadist di atas, kita dapatkan bahwa 4 unsur kekuatan yang ada dalam diri manusia, jika ia mau memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, niscaya akan berhasil di dunia dan akherat. ( kesempatan + kesehatan + harta + ilmu ) .
Hal ini dikuatkan dengan hadist lain yang menyatakan :
نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس : الصحة والفراغ
” Dua nikmat yang kebanyakan manusia rugi di dalamnya : Kesehatan + Kesempatan ” ( HR Bukhari )
II. Langkah –Langkah Efektif Dalam Mengatur Waktu
Banyak diantara kita yang mempunyai keinginan yang kuat untuk memanfaat waktunya dengan sebaik-baiknya dalam hal-hal yang positif, akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang belum mempunyai gambaran utuh tentang langkah -langkah yang harus ditempuh untuk mencapai cita-citanya. Berikut ini beberapa tawaran singkat tentang langkah-langkah pengaturan waktu :
Langkah Pertama : Isi waku kosong dengan kegiatan yang bermanfaat .
Ada sebuah hikmah mengatakan :
إن الفراغ والشباب والجدة مفسدة للمرأة أي مفسدة
” Kekosongan jika melanda para pemuda yang mempunyai uang , maka akan mengakibatkan kerusakan yang lur biasa .”
Ini dikuatkan dengan hikmah lainnya :
الفراغ للرجال غفلة ، وللنساء غلمة
” Pengangguran bagi laki-laki adalah sebuah kelalaian dan bagi perempuan akan menjerumus kepada hal-hal yang negatife ( syahwat ). ”
- Bukankah Istri pejabat yang merayu nabi Yusuf as. disebabkan karena kekosongan dan kesepian yang menyelimutinya.
- Para dokter menyatakan bahwa 50 % kebahagian hidup bisa di dapat dengan mengisi waktu kosong dengan kegiatan yang bermanfaat. Betapa kita lihat para pekerja kasar di jalan-jalan, para kuli bangunan, para petani di sawah-sawah , para pedagang asongan di terminal-terminal, merasa lebih tenang dan bahagia dibanding dengan anda yang melamun dan tergeletak di atas kasur akibat pengangguran. (1)
- Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian orang yang sudah lanjut usia didapatkan masih kelihatan energik dan jarang merasa lesu atau malas, hal itu dikarenakan mereka selalu menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa mengembangkan syaraf mereka. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan mereka saja, akan tetapi lebih dari itu, menjaga kesehatan otak mereka juga. (2)
Langkah Kedua : Menggunakan satu waktu untuk banyak kegiatan
- Sebuah pepatah mengatakan : ” Sambil menyelam minum air ” , ” Sekali dayung dua atau tiga pulau terlampaui.”
- Para ulama dahulu telah memberikan contoh kepada kita bagaimana memanfaatkan waktu yang terbatas untuk mengerjakan lebih dari satu kegiatan :
  1. Diriwayatkan bahwa Khatib Al Baghdadi salah seorang ulama hadist yang sangat terkenal, jika ia berjalan mesti ditangannya ada sebuah buku yang dibacanya ”
  2. Imam Sulaim Ar Razi , salah seorang ulama Syafi’ah yang meninggal tahun 447 H, selalu mengisi waktu-waktunya dengan pekerjaan yang bermanfaat. Berkata Ibnu Asakir : ” Saya pernah diceritakan oleh guruku : Abu Farj Al Isfirayini bahwa beliau pada suatu saat keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, kemudian tidak berapa lama datang lagi sambil berkata : ” Saya telah membaca satu juz dari al Qur’an selama saya di jalan ” . Berkata Abu Faraj : ” Saya pernah diceritakan oleh Muammil bin Hasan bahwa pada suatu hari ia melihat pena Sulaim Ar Razi rusak dan tumpul, ketika ia memperbaiki penanya tersebut terlihat ia menggerak-gerakkan mulutnya , setelah diselidiki ternyata di membaca Al Qur’an di sela-sela memperbaiki penanya, dengan tujuan agar tidak terbuang begitu saja waktunya dengan sia-sia. (3)
  3. Abu Al Wafa’ Ibnu Uqail, salah satu tokoh dalam Madzhab Hambali mampu menyingkat waktu makan dengan memilih makan yang praktis, beliau bisa memanfaat perbedaan waktu makan roti kering dengan roti yang diberi air , untuk membaca 50 ayat Al Qur’an.(4)
  4. Abu Al Barakat, kakek Ibnu Taimiyah, jika ia masuk kamar mandi atau WC , ia menyuruh saudaranya untuk membacakan sebuah buku dengan suara keras agar dia bisa mendengarnya.(5)
Untuk saat ini, apa yang dikerjakan oleh para ulama tersebut bisa kita tiru dengan sarana yang lebih mudah, seperti tape, komputer, bahkan USB/Mp3 jauh lebih praktis untuk bisa mendengar ceramah ataupun bacaan Al Qur’an sambil berjalan.
Jepang berhasil menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, hal itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah : hobi membaca yang sudah membudaya di negara tersebut, hal ini di dukung dengan menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak 1950-an yang secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca. Orang dapat menghabiskan waktu beberapa jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta. (6)
Kita sebagai mahasiswa dan pelajar Indonesia di Kairo bisa membudayakan hobi membaca dalam sarana-sarana trasnportasi, seperti altramco, bis mini dan metro bawah tanah. Sebaiknya mencari sarana transportasi yang bisa mendukung ke arah itu, walaupun kadang-kadang agak lebih mahal sedikit .
Langkah Ketiga : Memilih waktu-waktu yang mempunyai keutamaan .
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di dalam ajaran Islam terdapat waktu-waktu tertentu yang mempunyai keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh waktu-waktu lainnya , seperti :
a. Keutamaan bulan Ramadlan, di dalamnya terdapat 10 malam terakhir yang di dalamnya ada satu malam, yaitu lailat qadr yang mempunyai kadar ibadah 1000 bulan pada malam-malam lainnya.
b. Keutamaan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, puncaknya ada pada tanggal 10 Dzulhijjah , Dalam suatu hadist disebutkan bahwa:
ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله منه في هذه الأيام العشر . قالوا : ولا الجهاد في سبيل الله !! قال : ولا الجهاد في سبيل الله ، إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذلك بشيء .
c. Hari Jum’at, merupakan sebaik-bak hari dalam seminggu, di dalamnya banyak keutamaan, yang jika seorang muslim mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, niscaya akan mendapatkan pahala yang sangat banyak sekali. Di dalamnya ada satu jam yang jika seorang muslim berdoa, niscaya Allah akan mengabulkannya.
خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة ( أخرجه مسلم )
فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم ، وهو قائم يصلى يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه ( متفق عليه )
d. Waktu sahur, tepatnya pada sepertiga terakhir malam hari.
ينزل الله كل ليلة إلى سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول : من يدعوني فأستجيب له ، ومن يسألني فأعطيه ، ومن يستغفرني فأغفر له ( أخرجه مسلم )
Oleh karena itu para salaf sholeh mengibaratkan sholat 5 waktu sebagai timbangan harian, hari Jum’at sebagai timbangan mingguan, bulan Ramadlan sebagai timbangan tahunan, sedangkan haji sebagai timbangan seumur hidup. Mereka sangat memperhatikan bagaimana hariannya bisa terjaga dengan baik, setelah berhasil, mereka berusaha menjaga mingguannya, setelah berhasil, mereka berusaha untuk menjaga tahunannya , setelah berhasil mereka menjaga umurnya, dan itulah misk khitam ( penutup yang baik )
Masalah ini, kalau kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita sholat lima waktu sebagai barometer kegiatan kita sehari-hari, sebagai contoh : kegiatan menghafal atau mengulangi hafalan Al Qur’an. Ternyata dengan mengikuti jadwal sholat lima waktu terbukti kegiatan kita sangat efektif, karena seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat , yaitu : sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah . Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzikir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz sisanya pada pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan dengan demikian dia bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali. (7)
Langkah Ke-Empat : Membagi waktunya dalam berbagai kegiatan .
Sebagai seorang muslim, seyogyanya dia tidak hanya beramal dan bekerja pada satu bidang saja, akan tetapi hendaknya membagi waktu-waktunya untuk mengerjakan kewajibannya terhadap Allah swt dengan beribadat kepada-Nya, juga kewajibannya terhadap orang tua, saudara , anak dan istri, tetangga dan masyarakat sekitarnya.
Di dalam Lembaran Ibrahim as, disebutkan bahwa : ” Seyogyanya bagi orang yang berakal hendaknya mempunyai 4 waktu : waktu untuk bermunajat kepada Allah swt, waktu untuk intropeksi terhadap diri sendiri, waktu untuk bertafakkur serta merenungi ciptaan Allah, dan waktu untuk mengurusi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum ”(8)
Dalam suatu hadits, Rosulullah saw pernah bersabda :
إن لربك عليك حقا, وإن لبدنك عليك حقا, وإن لأهلك عليك حقا وإن لزورك عليك حقا, فأعط كل ذي حق حقه.
” Sesungguhnya pada Rabb-mu ada hak yang harus anda tunaikan, dan pada dirimu ada hak yang harus anda tunaikan, dan pada diri keluargamu ada hak yang harus anda tunaikan, dan pada orang yang datang kepadamu ada hak yang harus anda tunaikan ,maka berilah setiap bagian akan haknya ( HR Bukhari dan Muslim )
إنما أنا أخشاكم لله وأتقاكم له ، ولكني أصلي وأنام, وأصوم وأفطر, وأتزوج النساء, ومن رغب عن سنتي فليس مني
” Sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada Allah swt, walaupun begitu, saya bangun malam dan kadang tidur juga, berpuasa dan berbuka, serta menikahi para wanita, dan barang siapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, maka bukanlah ia dari golongan-ku “ ( HR Bukhari )
Para ulama dahulupun telah memberikan suri tauladan yang baik kepada generasi sesudahnya. Adalah Ibnu Jarir At Thobari, telah membagi satu harinya menjadi beberapa bagian, sebagaimana yang dikisahkan oleh Qadhi Abu Bakar Ahmad Kamil Al-Syajari, salah satu murid dekatnya : ” Setelah Ibnu Jarir makan dan tidur, kemudian beliau bangun untuk sholat dhuhur di rumahnya, setelah itu, beliau menulis untuk sebuh buku sampai datang waktu ashar, beliau kemudian keluar untuk melakukan sholat ashar dan mengajar para murid-muridnya sampai maghrib, kemudian setelah maghrib beliau mengajar fikih dan beberapa pelajaran lainnya hingga datang sholat Isya, kemudian beliau pulang ke rumahnya. Beliau benar-benar telah membagi waktu seharinya untuk : maslahat dirinya, agama dan masyarakat sekitarnya . ”(9)
Langkah Ke-Lima : Ambillah waktu istirahat untuk mengumpulkan tenaga
Waktu istirahat mutlak diperlukan oleh semua makhluq yang hidup di dunia ini, bahkan benda matipun memerlukan waktu istirahat, seperti hal-nya mesin-mesin pembantu manusia, seperti mesin cuci, kipas angin, computer, radio, tape, mobil dan lain-lainnya. Istirahat bukan berarti berhenti kerja atu menganggur, akan tetapi berhenti untuk mengumpulkan kekuatan, mengisi bensin untuk meneruskan perjuangan, mengasah kapak agar lebih tajam atau mengambil strategis supaya pekerjaan yang dihadapinya bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan baik.
Konon ada kisah seorang penebang kayu, karena dijanjikan oleh majikannya dengan gaji yang menggiurkan , maka ia bekerja mati-matian, siang malam tanpa berhenti untuk menebang banyak pohon akan tetapi ternyata semakin lama, tenaga semakin lemah dan semangat untuk menebang mulai luntur dan hasil yang di dapat mulai seikit dan tidak maksimal. Maunya memeluk gunung tapi apa daya tangan tak sampai, bukannya menyelsaikan pekerjaan akanteapi justru keletihan dan keputus asaan yang di dapat, kenapa ? Karena ada satu hal kecil yang tidak diperhatikan oleh si penebang kayu itu, yaitu istirahat untuk mengasah gergaji, agar bisa digunakan semaksimal mungkin. Maka, sesibuk apa pun an serajin apapun, kita harus meluangkan waktu untuk mengasah kapak kita, mengasah otak dan pikiran kita dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual agar kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Meminjam sitilah orang cina : “Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu Chang De Lu” ( Istirahat bukan berarti berhenti.) Akan tetapi : ”Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu” ( Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi ) (10)
Islam sendiri telah memberi ruang istirahat bagi seorang muslim, untuk mengendorkan urat dan meluruskan punggung, menambah perbekalan agar bisa melanjutkan perjalanan yang akan ditempuhnya lagi.
Dalam suatu hadist disebutkan :
خذوا من الأعمال ما تطيقون ، فإن الله لا يمل حتى تملوا ، وإن أحب الأعمال إلى الله أدمها وإن قل ( متفق عليه )
Begitu juga apa yang dipesankan Rosulullah saw kepada salah seorang sahabat-nya Handhalah yang mengeluh karena semangatnya turun ketika berkumpul dengan keluarganya :
يا حنظلة ، لو بقيتم على الحال التى تكونون عليها عندي ، لصافحتكم الملائكة في الطرقات ، ولكن يا حنظلة ساعة فساعة . ( أخرجه مسلم )
Berkata Imam Ali : hiburlah hati anda sesaat-saat, karena hati ini jika telah capai , tidak bisa memandang sesuatu dengan baik ”
Langkah Ke –Enam : Mengerjakan pekerjaan pada waktunya
Sebenarnya yang penting dalam kerja dan beramal bukanlah bekrja sebanyak-banyaknya, akan tetapi harus dilihat juga waktu dan tempatnya.
Dahulu dikatakan dalam hikmah :
لكل مقام مقال ولكل مقال مقام
Khalifah Abu Bakar As- Siddiq pernah berwasiat kepada Umar bin Khattab ketika mengangkatnya sebagai khalifah pengganti : ” Ketahuilah bahwa Allah telah menentukan suatu amalan siang yang apabila dikerjakan waktu malam,maka tidaklah akan diterimanya, dan menentukan amalan malam, yang jika dikerjakan pada waktu siang tidaklah akan diterimanya.
Oleh karena itu, kita dapatkan Allah telah menentukan banyak ibadat pada waktu-waktu tertentu, tidak boleh dimajukan maupun dimundurkan, seperti waktu sholat, puasa, zakat , haji dan lain-lainnya.(11)
Maka, kita dapatkan sebagain ulama menyatakan bahwa amalan paling utama adalah amalan yang dikerjakan menurut waktunya. Ketika datang waktu sholat, maka yang paling utama adalah melakukan sholat, ketika datang waktu Ramadlan, maka amalan yang paling utama dikerjakan adalah puasa, ketika datang waktu haji, maka yang paling utama dikerjakan adalah haji , dan ketika waktu ujian, maka amalan yang paling utama dikerjakan adalah beljar untuk menghadapi ujian.
Dalam hal ini seorang ulama yang hidup pada abad 8 H, Ibnu Rajab Al hambali ( w : 795 ) telah mengarang sebuah buku yang menerangkan tentang amalan-amalan berdasarkan urutan waktunya dan diberi nama : “ Lathoif Al Ma’arif fima li-Mawasim al Am min al Wadhaif ” ( Pengetahuan tentang amalan- amalan pada setiap musim ) . (12)
Langkah Ke- Tujuh :Memilih amalan dan kegiatan yang bermanfaat bagi orang banyak .
Ajaran Islam diturunkan untuk membawa kemaslahatan dan manfaat bagi manusia. Oleh karenanya , sebagai insan muslim, hendaknya selalu memilih kegiatan dan amalan yang manfaatnya bisa dirasakan oleh orang banyak. Para ulama Islam telah menyinggung permasalahan ini secara tegas dan gamblang. Mereka menyatakan bahwa amalan yang bermanfaat bagi orang banyak jauh lebih utama dibanding dengan amalan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Salah satu fatwa ulama dalam masalah ini adalah fatwa yang menyebutkan bahwa At Tafaqquh fi Dien dan belajar agama jauh lebih utama dibanding dengan sholat malam atau puasa sunnah, karena manfaat ilmu bisa dirasakan oleh orang lain, sedang sholat malam dan puasa sunnah manfaatnya hanya terbatas pada pribadi. Alasan lain : bahwa ilmu pemimpin bagi amalan karena dengan ilmu amalan bisa diluruskan, lain halnya orang yang beramal tanpa ilmu, maka dia akan terus menerus tenggelam dalam ibadat yang salah, dan otomatis tidak akan diterima oleh Allah swt. (13)
Sebenarnya banyak ayat dan hadist yang menyatakan bahwa disana ada sebagian amal perbuatan yang bermanfaat bagi orang banyak dan pahalanyapun mengalir sampai hari kiamat walaupun pemiliknya sudah meninggal dunia . Allah berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) ( Qs Yasin : 12 )
- عن أبي هريرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم ( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له ) رواه مسلم
- ( من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة ) رواه مسلم
Bahkan Al Mutanabi seorang penyair yang terkenal menyebutkan bahwa jasa-jasa orang yang sudah meninggal adalah umur keduanya, yang kemudian dikembangkan oleh Ahmad Syuqi dalam salah satu syi’irnya :
دقات قلب المرء قائلة له إن الحياة دقائق وثوان
فارفع لنفسك بعد موتك ذكرها فالذكر للإنسان عمر ثان
Salah satu amalan yang bisa bermanfaat bagi orang banyak, bahkan para generasi sesudahnya adalah mengajar ilmu baik secara lisan maupun dengan menyusun sebuah buku. Dalam hal ini para ulama dahulu telah menunjukkan semangat dan kebolehannya yang kesemuanya itu patut dicontoh oleh para generasi sesudahnya.
Adalah Al- Khatib Al Baghdadi pernah berkata : ” Saya mendengar dari Al-Simsi yang menceritakan bahwa Ibnu Jarir At Tobari selama 40 tahun, menulis setiap harinya 40 lembar . Bahkan salah seorang murid Ibnu Jarir yang bernama ” Al Farghani ” mengatakan bahwa para murid Ibnu Jarir telah mendata kehidupan beliau sejak baligh hingga meninggal dunia pada umur 86 tahun. Kemudian mereka mengumpulkan seluruh karya-karya beliau, dan jika dibandingkan dengan umur beliau, ternyata didapatkan bahwa beliau menulia setiap harinya 14 lembar. Dan ini tidak akan mampu dilakukan oleh seseorang kecuali atas inayah Allah swt. Dan jika dihitung-hitung lembaran karya tulisnya maka didapatkan jumlahnya sekitar 358.000 lembar.
Diriwayatkan juga bahwa Abu Al Wafa’ bin Uqail Al Hambali adalah seorang ulama dari madzhab hambali yang sangat ketat di dalam menjaga waktunya, jika mulut , lidah , dan matanya capai karena banyaknya yang dibaca, dia terdiam merenung dan merancang apa saja yang perlu ditulis, maka ketika ia duduk atau berbaring, keculai telah menghasilkan banyak hal-hal yang bisa dicatat dalam buku. Bahkan beliau memilih-milih makanan yang paling praktis dan cepat dimakan, untuk kemudian sisa waktunya digunakan untuk membaca dan menulis. Imam Ibnu Uqail ini seorang ulama yang selalu sibuk dengan ilmu , beliau mempunyai banyak karangan, dan yang paling besar adalah buku ” Al Funun ” yang mencakup berbagai disiplin keilmuan seperti tafsir, fiqh, ushul fiqh, aqidah , nahwu, adab dan sejarah. Berkata Imam Ad- Dzahabi pernah menyatakan bahwa : ” Belum ada buku di dunia ini yang lebih tebal dari buku ” Al Funun ” . Buku ini konon mencapai 800 jilid (14)
Langkah Ke-Delapan : Menggunakan Waktu Yang Tersedia Untuk Menyelesaikan Sebuah Program .
Banyak orang yang gagal dalam menempuh cita-citanya hanya karena terjebak dalam empat kata : ”Saya tidak mempunyai waktu .” Sebaliknya, banyak orang yang sukses dalam bidang tertentu hanya karena dia mampu menyediakan waktu dan komitmen di dalamnya untuk menggapai cita-citanya.
Jika kita menyediakan waktu satu jam saja setiap hari untuk menjalankan suatu program, berarti kita telah mampu mengumpulkan waktu selama 365 jam setahun, atau sama dengan 45 hari bekerja secara sungguh dan terus menerus selama 8 jam sehari. Ini sama dengan juga menambahkan satu bulan setengah kehidupan produktif dalam hidup kita setiap tahun. Walaupun begitu, tidak banyak yang mampu mengerjakannya, kecuali orang-orang yang mempunyai tekad dan semangat yang kuat.
Sebagai contoh : Seorang pegawai perbaikan lift berkebangsan bangsa Itali bernama Nicholas Christofilos pada suatu ketika tertarik kepada ilmu pengetahuan modern. Apa yang harus ia lakukan ? Setiap hari sepulang dari kerja , sebelum dia duduk untuk makan malam, dia memperuntukkan waktu satu jam untuk membaca buku tentang energi nuklir. Setelah dia mulai memahami ilmu yang dipelajarnya dengan baik, gagasan pun timbul dalam fikirannya. Pada tahun 1948 M , dia membuat rancangan untuk akselerator partikel yang menurut fikirannya akan lebih murah dan lebih kuat daripada peralatan mana pun yang sudah ada. Dia mengirimkan rancangannya kepada Lembaga Tenaga Atom di Amerika Serikat untuk dilakukan uji layak. Setelah rancangan tersebut disempurnakan kembali, didapatkan bahwa alat hasil penemuannya ternyata bekerja begitu baik sehingga pemerintah Amerika Serikat mampu menghemat dana kira-kira 70 juta dolar. Akhirnya Christofilos menerima dua penghormatan : pertama mendapatkan uang tunai 10.000 dolar pada masa itu tentunya sangat banyak sekali dan yang kedua : mendapatkan kedudukan yang terhormat di Laboratorium Radiasi Universitas California. (15)
Berikut ini hasil penelitian tentang waktu-waktu yang dibuang dan diremehkan oleh banyak orang, padahal kalau dimanfaatkan sebaik mungkin akan menghasilkan sesuatu yang besar dan luar biasa :
Kita ambil permitsalan salah seorang yang mempunyai umur 70 tahun, jika ia hanya menyia-nyiakan waktunya 5 menit saja tiap hari, berarti dia selama hidupnya telah menyia-nyiakan waktunya 3 bulan berturut-turut ( 88 hari ) . Kalau dia menyia-nyiakan 1 jam tiap harinya, berarti dia telah membuang waktunya selama 3 tahun berturut-turut. Hal ini nampak lebih jelas dalam daftar di bawah ini :
- 5 Menit = 3 bulan = 0,35 %
- 10 Menit = 6 bulan = 0, 71 %
- 20 menit = 1 tahun = 1,42 %
- 1 jam = 3 tahun = 4, 28 %
- 10 jam = 30 tahun = 42, 85 %
Data ini bisa berlaku bagi para pengganggur, dan sebaliknya juga bisa berlaku bagi orang yang mau memanfaatkan waktu-waktu tersebut untuk melaksanakan sebuah program hidup yang ber-orentasi pada hal-hal yang bermanfaat .
Jika orang yang berumur 72 tadi melakukan aktivitas sehari hari, maka bisa dilihat sebagai berikut :
- Tidur ( 8 jam sehari ) = 23 thn = 32 %
- Kerja ( 6-7 jam /hari) = 21, 5 thn = 21,5 %
- Makan, minum ( 1,5 jam/hari ) = 4,5 tahun = 6,4 %
- Urusan birokrasi ( 0,5 jam/ hari ) = 1,5 tahun = 2,14 %
- Pekerjaan rumah tangga, rihlah, piknik ( 1 jam/hari )=3 tahun = 4,24 %
- Ziarah, silaturahim, kumpul teman ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %
- Transportasi dari satu tempat ke tempat lain ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %
- Telpun , sms, chating dan lain-lain ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %
Jumlah Total = 61 tahun = 87 %
Sisa 9 tahun = 12, 85 % —— > jika dikurangi masa kecil dan puber, kira-kira sisa waktu yang kita punyai untuk menyelesaikan program-program yang besar tinggal berapa ???(16)
Di sinilah, ditemukan salah satu jawaban sebuah pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di telinga kita : ” Kenapa Umat Islam mundur sedang yang lainnya maju ” ? yang kemudian menjadi sebuah judul buku yang sangat masyhur yang ditulis oleh Syakib Arselan .
Jadwal diatas, kalau kita terapkan pada kehidupan mahasiswa Al Azhar yang menempuh pendidikannya selama 4 tahun di S1, kira-kira apa yang didapat ? Bagaimana dengan mahasiswa yang kuliyah sambil bekerja ? Bagaimana dengan mahasiswa yang kuliyah sambil berkeluarga, apalagi mempunyai 2- 3 anak ? Mungkin salah satu jawabannya ada dalam bait syiir di bawah ini :
على قدر أهل العزم تأتي العزائمُ وتأتي على قدر الكرامِ مكارمُ
وتعظُمُ في عين الصغير صغارُها وتصغُر في عين العظيم عظائمُ
Langkah Ke –Sembilan : Jangan menangguhkan kesempatan di depan anda sampai hari esok
Kalau kita punyai rencana untuk melakukan sesuatu kerjaan, lakukan saat ini juga, jangan menunda-nunda pekerjaan sampai esok hari, karena kita tidak tahu apa yang terjadi pada hari besok. Seorang penyair pernah menulis bait-baitnya dalam masalah ini :
مضى أمسك الماضي شهيد معدلا وأعقبه يوم عليك جديد
فيومك إن أغنتيه عاد نفعـــه عليك وماضي الأمس ليس يعود
فأن كنت إقترفت إســــاءة فثَن بإحسان وأنت حميد
فلا تُرجِ فعل الخير يوما إلى غد لعل غدا يأتي وأنت فقيد
- Harimu kemarin telah berlalu sebagai saksi bagimu, kemudian datang hari baru untukmu..
- Hari ini adalah harimu, manfaatnya untuk kamu , sedang hari kemarin tidak akan kembali lagi ..
- Jika hari kemarin anda telah melakukan kesalahan, maka segera anda ikuti dengan perbuatn baik, sedang anda mensyukurinya…
- Maka janganlah anda sekali menangguhkan perbuatan baik sampai besok hari, barangkali besok hari tiba, sedang anda sudah tiada…
Langkah Ke –Sepuluh : Berkonsentrasi Pada Hasil.
Banyak mahasiswa sekarang bangga kalau mereka aktif dalam berbagai kegiatan, dari diskusi, menghadiri seminar, panitia bazaar, ikut rihlah dan piknik bersama, dan lain-lainnya. Mereka tidak tahu bahwa yang penting bukanlah banyaknya aktivitas, tapi hasil dari aktivitas itu sendiri. Aktivitas, terkadang dapat membebaskan dari tekanan jiwa , akan tetapi hal itu tidak cukup untuk mencapai tujuan anda. Maka disini, orientasi pada hasil sangat diperlukan .
Ary Ginanjar dalam bukunya : ESQ, telah membagi orang-orang yang sibuk menjalankan aktivitasnya menjadi tiga kelompok :
a. Kelompok Pertama adalah kelompok sibuk pengisi waktu
Kelompok ini sibuk melakukan kegiatan sepele yang memboroskan waktu tetapi tidak penting. Kegiatan ini biasanya tidak memiliki tujuan jangka panjang. Mereka tidak tahu kemana akan melangkah , dalam pikiran mereka mereka merasa sudah mencapai tujuan hidup, namun ibarat orang yang berjalan di tempat, mereka tidak ke mana-mana. Kelompok ini nampaknya selalu sibuk, namun pada hakekatnya mereka tidak produktif sama sekali.
b. Kelompok Kedua adalah Kelompok Pertengahan .
Kelompok ini adalah kelompok yang melawan gelombang lautan. Pekerjaan mereka terus-menerus hanya mengatasi krisis dari hari kehari . Pekerjaan ini biasanya lebih mudah, karena masalahnya sudah jelas di depan mata, tidak memerlukan visi. Lama kelamaan mereka akhirnya akan terperosok juga pada rutinitas pekerjaan yang kurang penting ,tetapi mendesak. Kelompok ini tidak cepat maju, karena tidak memiliki visi dan inisiatif. Mereka menjadi korban lingkungannya sendiri. Umumnya mereka mengeluh dengan hasil yang minim, padahal sudah bekerja keras.
c. Kelompok Ketiga adalah kelompok pencapai tujuan.
Adalah kelompok yang memiliki tujuan hidup yang jelas.Setiap langkah yang diambil adalah pengejawantahan dari visinya. Kelompok ini selalu merencanakan langkah-langkah yang dibuatnya secara sistimatis. Target jangka panjangnya telah dipecah-pecah menjadi tujuan-tujuan jangka pendek, yang bisa dicapai secara realistis, dalam jangka waktu tertentu. Kelompok ini mampu menentukan skala prioritas berdasarkan visi, prinsip, dan suara hati yang bijaksana.(17)
Imam Ghozali di dalam bukunya Ihya Ulumuddin menyebutkan Peta Perjalan Manusia ,yang bisa diringkas sebagai berikut :
Terminal Pertama = Tempat lahir
Terminal Terakhir = Alam Kubur
Tujuan Terakhir = Syurga atau Neraka
Jarak Perjalanan = Umur
Bekal Perjalan = Ketaatan kepada Allah
Modal Perjalan = Waktu-waktu kosong
Copet dan Perampok = Syahwat dan Hawa nafsu
Keuntungannya = masuk syurga
Kerugiannya = masuk neraka (18)
Sedang Imam Ibnu Qayyim menggambarkan orang yang cerdik adalah : orang yang memperhatikan setiap langkah yang dilaluinya, tidak banyak melamun dan berangan-angan, kalau dia mengetahui pendeknya jarak yang akan ditempuh, maka sangat ringan baginya untuk bekerja keras untuk mencari bekal dan oleh-oleh sebelum sampai tujuan.(19)
Kairo, 30 Juni 2007 , Tulisan ini saya persembahkan untuk anakku yang ketiga ” Fatimah ” yang sedang sakit panas, di saat hari yang sangat panas dan tidak ada air yang mengalir .
* * *

* Makalah ini disampaikan pada acara pembukaan kegiatan yang diadakan oleh PCIM ( Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah ) Kairo- Mesir pada hari Sabtu, tanggal 30 Juni 2007 M di Sekertariat PCIM. ([1]) DR. Aid Qarny, Hadaiq Dzata Bahjah, hlm : 123, 190
([2]) Majalah Al Manar edisi : 375
([3]) Abdul Fatah Abu Guddah, Qimat Al Zaman inda Al Ulama, hlm : 50- 51
([4]) DR. Nashir Sulain Al Umary , Al Futur, asbababuhu wa ilajuhu,( Kairo ; Maktabah Salsabila) , hlm : 96 .
([5])Dzail Tabaqat Al Hanabilah , juz II, hlm : 249 .
([6]) Untuk melihat lebih jauh faktor-faktor yang menyebabkan negara Jepang menjadi negara maju bisa dirujuk di : Ahmad Zain An Najah, Al Qur’an dan Kehidupan, dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 31 .
([7]) Ahmad Zain An Najah, 15 Langkah Efektif untuk mengahafal Al Qur’a, hlm ; 7 .
([8]) Mahmud Misri, Al Waqtu huwa Al hayat ” ,( Kairo, Muassah Qurtubah), 2003 hlm : 56
([9]) Dr. Sayid Husain Al Affani, Imarat Auqat bi amal As Sholihat , ( Kairo ; Dar Affani ) hlm 34-35
([10]) Pembelajar.com
([11]) DR. Yusuf Qardhwi, Al Waqtu fi hayat muslim, ( Kairo : Maktabah Wahbah ) , 2004 hlm : 25
([12]) ) Ibnu Rajab Al Hambali , Lathoif Al Ma’arif fima li-Mawasim al Am min al Wadhaif ( Manshurah : Maktabat Al Iman ) , 1999 M , Cet : I.
([13]) ) An Nawawy, Majmu’ Syar Al Muhadzab , ( Beirut : Dar Al Fikr ) 1996 , Cet : I, Juz : I , hlm : 40 .
([14]) Dr. Sayid Husain Al Affani, Imarat Auqat bi amal As Sholihat , ( Kairo ; Dar Affani ) hlm 35, 39
([15]) Petikan dari buku siri motivasi ‘MEMBINA KETAHANAN DIRI’ oleh GEORGE LEONARD , http://portal.uum.edu.my/portalbm/ekaunseling/mkk/artikel.htm?id=14
([16]) Abdullah Ali Yusuf, Fann Idarat Al Waqti , dalam Majalah Al Bayan, edisi 86, Syawal 1415 H.
([17]) Ary Ginanjar Agustian, ESQ, ( Jakarta ; Penerbit Arga ) , 2001 Cet : III, hlm : 30 .
([18]) Imam Ghozali, Ihya Ulumuddin ,juz I , hlm : 391
([19]) Ibnu Qayyim, Thoriq Hijratain, hlm : 185- 187

Pengembangan Diri


Dalam kehidupan kita, kita sering meniatkan untuk melakukan pengembangan potensi diri atau merubah kondisi lemah menjadi kuat dan luar biasa. Namun sering kali hal itu tidak dapat dilakukan dan berhenti hanya sebatas niat saja, kenapa ? Itu terjadi karena kita kurang yakin, kurang antusiasme, kurang fokus, kurang pengetahuan dan kurang kebijaksanaan.
Jika kita merasa selalu dirundung kesulitan, berarti kita harus memiliki kesadaran yang harus kita munculkan bahwa ” kemampuan” kita  tidak meningkat atau berkembang.  Dengan kemampuan yang tetap atau malah menurun, maka hidup kita akan selalu sulit. Ada lima kekuatan yang bisa kita gunakan untuk mengembangkan potensi diri, sebagaimana yang diungkap oleh para motivator, yaitu :
Pertama, yaitu  Kekuatan Yakin atau The Power of Belief. Mengapa harus dimulai dengan Kekuatan Keyakinan? Keyakinan adalah fondasi untuk melakukan apa saja. Kita baru akan bertindak jika kita sudah merasa yakin mampu melakukan sesuatu. Jika tidak yakin maka upaya yang kita lakukan akan dikerjakan dengan setengah hati tanpa kesungguhan maka hasilnya pasti tidak pernah maksimal atau kegagalan. Yakin yang dimaksud di sini adalah yakin yang berlandaskan kebijaksanaan dan akal sehat, dan tidak asal “yakin”  Mengapa harus dilandasi kebijaksanaan ?

Ya, karena yakin ini sebenarnya ada tiga macam. Pertama, yakin yang hanya bermain di level kognisi atau pikiran sadar. Kedua, yakin yang bermain pada level afeksi atau pikiran bawah sadar. Ada lagi yakin yang tipe ketiga yaitu yakin yang “nekat ” alias “ngawur”. Yakin tipe ini adalah yakin yang berlebihan atau overconfident tapi tidak ekologis, tanpa mempertimbangkan kondisi riil yang sedang ia alami, untuk bisa sukses.
Misalnya saja : "Menjadi Bussinessman, Motivator, Tutoring Teacher, Author  berdiri di atas keyakinan saya. Ketika saya YAKIN profesi saya itu bermanfaat bagi kehidupan diri saya maupun orang lain, Saya akan tetap memiliki daya tahan dan mengembangkan profesi saya itu menjadi lebih bermanfaat dan menjadi lebih baik. Tanpa keyakinan sulit untuk menjalani profesi tersebut."
Kedua adalah  Kekuatan Semangat, untuk mengembangkan potensi diri adalah dengan Kekuatan Semangat atau The Power of Enthusiasm. Tindakan yang dilandasi dengan sebuah keyakinan yang teguh, bahwa kita pasti bisa berhasil, maka akan dilakukan dengan penuh semangat. Semangat ini sebenarnya adalah motivasi internal atau dorongan bertindak yang berasal dari dalam diri kita. Kekuatan Semangat ini yang membuat seseorang akan terus mencoba walaupun telah gagal berkali-kali. Kekuatan Semangat ini yang mendasari peribahasa “Tidak ada yang namanya kegagalan. Yang ada hanyalah hasil yang belum sesuai yang kita inginkan”.
Kekuatan Semangat ini yang menjadi pendorong Thomas Edison untuk terus mencoba walaupun ia telah berkali-kali “belum berhasil” menemukan bahan yang sesuai untuk membuat bola lampu listrik. Kekuatan Semangat ini pula yang mendorong Harland Sanders untuk terus menawarkan resep ayam gorengnya yang istimewa Kentucky Fried Chicken, walaupun ia telah ditolak berkali-kali.  “Winners never quit. Quitters never win”, “Tidak penting berapa kali anda jatuh, yang penting adalah berapa kali anda bangkit setelah anda jatuh.”
Ketiga adalah Kekuatan Fokus atau The Power of Focus. Fokus berarti kita hanya melakukan hal-hal yang memang berhubungan dengan target yang ingin kita capai. Pikiran kita menjadi sangat tajam, terpusat, seperti sinar laser yang siap untuk menembus berbagai penghalang. Dengan Kekuatan Fokus maka kita akan punya komitmen , sehingga kita tidak akan membiarkan berbagai rintangan membuat pikiran atau upaya kita menyimpang dari tujuan semula.  Saat Kekuatan Fokus bekerja kita akan sangat memperhatikan hal-hal detil dalam upaya mencapai keberhasilan. Kekuatan Fokus ini yang mendorong kita untuk menghasilkan karya agung.
Keempat adalah Kekuatan Kedamaian Pikiran atau The Power of Peace of Mind. Kekuatan keempat ini sangat penting diperhatikan karena ini merupakan barometer untuk menentukan apakah keyakinan kita terhadap sesuatu itu ekologis atau tidak.  Saat kita yakin, semangat, dan fokus melakukan sesuatu maka kita perlu memeriksa apakah kita merasakan ketenangan baik di pikiran maupun di hati. Jika jawabannya “Tidak” maka kita perlu memeriksa ulang keyakinan kita.
Kita perlu memeriksa apakah keyakinan kita itu sudah benar-benar yakin ataukah lebih karena dorong emosi tertentu, misalnya emosi takut atau keserakahan. Bila keyakinan kita bersifat ekologis, didasari dengan pemikiran yang benar dan kebijaksanaan, maka saat kita bekerja keras dan giat untuk mencapai impian-impian kita, pikiran dan hati kita akan tetap merasa tenang, damai, dan bahagia. Ini adalah satu aspek penting yang jarang sekali diperhatikan oleh kebanyakan orang.
Perasaan tenang, damai, dan bahagia merupakan indikasi bahwa apa yang kita lakukan benar-benar kita yakini akan berhasil. Kita hanya tinggal melakukan kerjanya saja dan sukses sudah pasti akan kita dapatkan. Sukses hanyalah efek samping yang pasti akan terjadi.
Kelima adalah Kekuatan Kebijaksanaan atau The Power of Wisdom. Kekuatan ini sangat penting karena digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita lakukan pada empat langkah pertama. Dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat melakukan evaluasi dengan baik, benar, akurat, dan tanpa melibatkan emosi. Jika hasil yang dicapai belum seperti yang kita inginkan maka dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat mengetahui permasalahannya dan dapat meningkatkan potensi diri kita.
Jika hasilnya sudah seperti yang kita inginkan maka, dengan menggunakan kebijaksanaan, kita dapat mempertahankan dan meningkatkan pencapaian itu. Kebijaksanaan juga digunakan untuk memeriksa keyakinan atau kepercayaan yang menjadi langkah awal tindakan untuk mencapai goal. Dengan bijaksana kita dapat memeriksa keabsahan keyakinan kita. Apakah kita sudah benar-benar yakin secara benar ataukah kita sebenarnya tidak yakin tapi memaksa diri ?
Bila kita dapat menggunakan lima kekuatan tersebut di atas yaitu :  yakin, semangat, fokus, pikiran damai, dan kebijaksanaan, niscaya kita akan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal.

Memanfaatkan Masa Muda Sebelum Tiba Masa Tua




 Masa muda merupakan masa ideal untuk melakukan apa saja, misal mengukir prestasi dan menggapai cita-cita. Oleh karena itu, masa muda ini dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak akan tergelincir dua kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut.” (HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
Ibnu Mas’ud berkata: “Aku tidak pernah menyesal atas hari yang berlalu, kecuali ketika matahari terbenam dan usiaku berkurang, tetapi ilmuku tidak bertambah di hari itu.”
Al-Kholil bin Ahmad (160H) mengatakan: “Waktu itu ada tiga bagian, waktu yang sudah berlalu darimu dan tak akan kembali, waktu sekarang yang sedang kau alami dan ia juga akan berlalu darimu, dan waktu yang engkau tunggu yang bisa jadi engkau tidak bakal mendapatkannya.” (Thobaqotul hanaabilah)
Kisah Dawud bin Abi Hindun (139 H) juga salah satu contoh yang mengagumkan. Beliau berkata: Ketika kecil aku berkeliling pasar. Ketika pulang kuusahakan diriku untuk selalu berdzikir kepada Allah ta’ala hingga tempat tertentu. Jika telah sampai kuusahakan lagi dariku untuk berdzikir kepada Allah hingga tempat selanjutnya…hingga sampai di rumah. Tujuannya agar kugunakan waktu dalam umurku.” (Siyar A’lamin Nubala)
Dalam Islam, masa muda adalah bagian dari umur yang dianggap sebagai masa yang dinamis, energik, cekatan dan kuat, karena masa muda ini merupakan kekuatan di antara dua kelemahan yaitu kelemahan anak-anak dan kelemahan masa tua. Hal ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
Allah, Dia-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban...”(QS. Ar-Rum (30): 54).
Oleh karena itu, Islam memiliki perhatian besar terhadap para pemuda. Suatu ketika, khalifah Umar radhiallahu ’anhu duduk dengan para sahabatnya, lalu berkata kepada mereka:
Berangan-anganlah kalian!” Salah seorang dari mereka berkata: Aku berangan-angan, seandainya rumah ini dipenuhi oleh emas untuk aku infakkan di jalan Allah.” Umar lalu berkata: Berangan-anganlah (lagi) kalian!” Salah seorang lagi berkata: Aku berangan-angan sekiranya rumah ini dipenuhi dengan permata agar aku infakkan di jalan Allah dan bersedekah dengannya.” Lalu Umar berkata lagi: Berangan-anganlah (lagi) kalian!” Mereka lalu berkata: Kami tidak tahu lagi apa yang harus kami katakan wahai Amirul mukminin?” Umar berkata: Aku justeru berangan-angan agar ada orang-orang seperti Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah, Mu'adz ibn Jabal dan Salim budak Abu Hudzaifah, agar aku dapat meninggikan "kalimat Allah" dengan bantuan mereka.”
Coba kita pikirkan, Umar malah menginginkan para pemuda. Ya, bukankah Mu’adz bin Jabal seorang faqih yang diutus oleh Rasul ke Yaman? Ketika itu usianya masih muda. Begitu juga dengan Salim, ia termasuk salah seorang perawi hadits. Usianya juga masih muda. Dalam sejarah Islam juga dikenal Muhammad Al-Fatih, pembebas kota Konstantinopel. Saat itu usianya juga tidak lebih dari 22 tahun.
Tidak hanya itu, seorang Usamah ibn Zaid pergi ke medan perang ketika usianya masih 15 tahun. Padahal ketika usinya 14 tahun semangat jihadnya sudah berapi-api. Ia ingin cepat berada di shaf para mujahid Allah. Namun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarangnya, karena masih teramat muda. Ia juga pernah menjadi pemimpin pasukan Rasul, padahal saat itu para sahabat senior seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq ada. Namun Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempercayakan kepadanya.
Suatu hal yang ironis jika masa muda dihabiskan untuk berfoya-foya. Apalagi dihabiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak produktif. Dan, na'udzubillah, jika sampai melakukan tindak kriminal, mabuk-mabukan dan pecandu narkotika dan zat adiktif. Ini sama artinya dengan menghancurkan diri sendiri dan masyarakat.

Mengembangkan Kecerdasan Emosi


Emosi adalah sifat yang kita miliki baik positif maupun negatif. Emosi manusia berada diwilayah perasaan di lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi insting yang muncul secara otomatis.
Emosi (perasaan) selalu mengikuti hal-hal yang dipercaya sebagai kebenaran ( belief system ). Dalam ilmu-ilmu sosial, “ belief system” tidak harus selalu berkaitan dengan kepercayaan, tetapi mencakup segalanya tentang manusia dan hubungannnya dengan diri sendiri, sesama, dan yang transendental. Contoh emosi positif seperti cinta, kasih sayang, bahagia , tenang, damai , rasa seni, dsb. Sedangkan emosi negatif seperti takut , bimbang, marah, arogan, iri hati, benci, dendam, dsb.
Misalkan : seseorang bapak yang memiliki sistem kepercayaan (belief system) bahwa orang miskin itu bodoh maka si bapak akan berpikir dan marah jika anaknya bergaul dengan anak orang miskin . Seseorang yang memiliki sistem kepercayaan (belief system) bahwa dia tidak mampu, maka dia akan berpikir dan takut melakukan sesuatu di luar kebiasaannya . Seseorang pria yang memiliki sistem kepercayaan (belief system) bahwa seorang suami harus selalu dilayani oleh istrinya, maka ia akan selalu bertengkar dengan istrinya kalau istrinya itu tidak mau melayaninya. Dan pertengkaran itu akan penuh dengan emosi, karena menurut logika pria itu, si istri salah.
Jangan marah
Lain lagi dengan seorang pria yang memiliki sistem kepercayaan bahwa suami dan istri berstatus sama, saling melayani, maka emosinya lebih stabil meskipun istrinya tidak bisa melayani, justru akan lebih mengerti keadaan istri.
Emosi selalu mengikuti sistem kepercayaan (belief system). Sistem kepercayaan yang diperinci dengan rasio (nalar) ketika dihadapkan pada fenomena sosial tertentu akan menghasilkan emosi-emosi baik positif maupun negatif . Dengan kata lain, emosi mengikuti gerak rasio (nalar). Rasio itupun  selalu bergerak di dalam belief system. Karenanya, untuk merubah sesuatu yang sudah tidak dikehendaki, rubahlah sistem kepercayaannya (belief system-nya). Kalau belief system-nya berubah, otomatis perilaku manusianya akan berubah. Emosi yang menyertai perilaku juga berubah.
Ada berbagai macam emosi, dan “ rasa takut “ adalah salah satu dari dua kutub emosi. Kutub yang satunya adalah cinta kasih. Diantara kedua kutub ini terdapat bermacam nuansa emosi: dari rasa malu , minder , saingan, putus asa, marah, sombong , rasa senasib, keinginan, rasa curiga, rasa cemburu, rasa cinta universal, cinta romantis… dsb. sampai pada rasa cinta damai. Biasanya macam-macam emosi itu digunakan oleh kelompok kepentingan berbeda-beda demi memenangkan persaingan.

Rasio adalah akal sehat yang memungkinkan manusia lebih dari mahluk hidup lainnya. Rasiopun dapat positif maupun negatif. Rasio positif bersifat membangun, sedangkan rasio negatif bersifat merusak, baik untuk diri sendiri , orang lain maupun lingkungan.


Nah ….menurut anda mana yang lebih penting diantara emosi atau rasio ?  Ya, kedua-duanya sama pentingnya bagi manusia. Manusia tanpa emosi seperti benda, manusia tanpa rasio bisa seperti hewan. Sekarang yang menjadi masalah adalah seberapa besar kadar komposisi dari emosi dan rasio yang baik bagi diri setiap manusia ? Coba kita perbandingkan :
  1. Jika Emosi lebih besar dari  Rasio
    Mereka yang menuruti emosi secara berlebihan, selalu mengutamakan emosi daripada nalar, apa bedanya dengan hewan? Karena hewan lebih mengutamakan emosi / naluri / insting. Bisakah kita belajar bijaksana kalau emosi lebih besar rasio ?
  2. Jika Emosi seimbang dengan Rasio
    Pada tingkat ini akan terjadi dua kemungkinan. Mungkin kita akan menjadi manusia yang lebih manusiawi. Tetapi mungkin juga akan terjadi konflik batin karena kadar emosi dan rasio sama, sehingga masing-masing memiliki kepentingan yang sama.
  3. Emosi lebih kecil dari Rasio
    Pada tingkat ini kita dapat memegang kendali emosi terhadap masalah yang timbul dari luar diri kita atau lingkungan. Disini kita akan banyak belajar untuk lebih matang, dewasa dan bijaksana. Namun pada tingkat ini mungkin masih belum bisa di anggap paling ideal bagi kita. Sebab pada saat saat  tertentu diri kita membutuhkan emosi / naluri / insting yang besar supaya kita mampu bergerak untuk melakukan perubahan dalam hidup.
Oleh karena itulah kita semua membutuhkan Kecerdasan Emosional  yaitu mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban masalah tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.  
Kecerdasan Emosional  sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak, dan harus di miliki oleh kita semua yang terkadang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, atau menderita kekurangmampuan memotivasi diri . Semuanya bergantung pada diri sendiri.
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, bisa memilah dan memilih kepuasan dan mengatur suasana hati.
Kecerdasan emosional merupakan instrumen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Kecerdasaan emosional adalah pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Maka jelaslah bahwa seorang yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi, tentu akan hidup lebih bahagia dan sukses karena lebih percaya diri serta mampu menguasai emosi  mempunyai kesehatan mental yang baik ).
Setiap kali kita merasa terhambat, carilah figur-figur inspiratif yang senasib dengan kita, contoh semangat mereka dan perjuangan mereka. Tidak  semua orang bisa sukses. Yang menentukan kesuksesan seseorang adalah saat dia mengenal dirinya sendiri dan mengenal orang lain lalu menciptakan sesuatu yang bisa menyatukan dirinya dengan orang lain….

Motivasi Untuk Selalu Belajar



Pengetahuan manusia bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya umur dan sejauh mana kesadaran interaksinya dengan alam. Semakin dalam kesadaran dalam berinteraksi dengan alam, maka akan semakin banyak yang diketahuinya. Karena itulah kekayaan pengetahuan manusia berbeda-beda.
Adalah sulit mengukur sejauh mana kekayaan pengetahuan masing-masing orang. Belum tentu orang yang kita anggap sedikit pengetahuannya memang memiliki pengetahuan seperti yang kita sangkakan. Begitu juga, belum tentu pengetahuan seseorang seluas yang tampak di permukaan. Khasanah alam semesta terlalu berlimpah untuk dipahami manusia. Manusia hanya mampu menangkap sangat sedikit.
Allah SWT (Pencipta kita) telah memberitahukan kepada kita melalui firmannya dalam al-Qur’an surat Luqman [31] ayat 27 sebagai berikut, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Informasi tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan manusia itu amat sedikit. Bahkan, menurut Nabi Muhammad saw., ilmu manusia itu (jika dikumpulkan) diibaratkan setetes air di ujung jari dibandingkan dengan seluruh air di lautan (sebagai ibarat ilmu Allah SWT).
Yang amat sedikit itu pun terlampau beraneka ragamnya, sehingga terlampau kecil interseksinya (perpotongannya) antara pengetahuan orang yang satu dengan lainnya. Karena keragaman yang amat lebar dari pengetahuan masing-masing orang inilah maka kita tidak selayaknya menganggap diri kita lebih hebat dari yang lainnya. Boleh jadi seorang dokter ahli dalam masalah telinga, hidung dan tenggorokan, tetapi dia tidak tahu tentang mata apalagi jantung.
Setiap manusia hanya dituntut untuk mempelajari alam ini, sebagaimana kata Nabi Muhammad, “Tuntutlah ilmu hingga ke liang lahat!” Bahkan bagi orang-orang yang beriman, jika senantiasa memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi dan bersimpulan bahwa Allah tidak sia-sia menciptakan semua ini maka akan mendapatkan predikat yang amat tinggi “Ulil Albab” (silakan menyimak Al-Qur’an surat Ali Imraan ayat 190-191).
Tentu tidak mungkin manusia mampu mempelajari semuanya, cukup fokus pada salah satu hal saja sedalam mungkin. Hanya meneliti tempe hingga dalam bisa melahirkan gelar doktor, sebuah penghargaan keilmuan teringgi. Padahal hanya satu hal kecil saja! Bandingkan dengan ilmu Allah yang tak berhingga itu!
Nah, jika dengan kesungguhan kita menjalani perintah untuk menuntut ilmu sedalam mungkin, insya Allah kita akan mendapatkan kemuliaan dari Sang Pemilik Kemuliaan. Kita akan semakin merasa tidak tahu apa-apa, semakin merasa rendah diri di hadapan Allah. Maka simpulan yang kita dapatkan hanya satu, “Hanya Allah SWT yang Maha Besar, tidak ada lainnya!”
Marilah kita mulai menggunakan pikiran dan hati kita dari hal yang sederhana. Amati dari yang terdekat dengan kita, misalnya kucing. Lihatlah dengan cermat matanya dan renungkan dalam-dalam, bagaimana dia bekerja, terdiri atas bahan apa, mengapa bisa demikian, apakah dia bekerja dengan sendirinya atau ada yang mengaturnya? Mengapa mata kucing yang satu dan kucing lainnya mempunyai bentuk dan mekanisme yang sama, mengapa tidak ada yang seperti mata manusia? Terus ajukan pertanyaan-demi pertanyaan dan berusahalah untuk menjawabnya sendiri! Itu baru mata, belum telinga, kaki, lidah, atau bagian dari tubuh lainnya.
Coba amati bagaimana dia berjalan, duduk, berlari, melompat, merayap dan sembunyi! Semua kucing mempunyai perilaku yang sama. Siapa yang mengajarkan hal ini?
Temukan simpulannya! Masihkah kita pantas untuk menyombongkan diri di hadapan sesama manusia, apalagi di hadapan Allah SWT? Itulah dzikir yang sebenarnya. Selamat berdziki